Sabtu, 09 September 2017

Kurikulum Dalam Segala Aspek Kehidupan

Awal mula istilah kata ‘kurikulum’ digunakan dalam dunia olahraga di Yunani. Dalam bahasa Yunani ‘curriculum’ berasal dari kata’curriculae’ , ‘curir’ artinya ‘pelari, sedangkan ‘curere’ berarti ditempuh. Maka, arti secara utuh dari ‘curriculum’ adalah jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Menurut beberapa ahli pengertian kurikulum adalah sebagai berikut :

1.      Drs. Cece Wijaya, dkkMengartikan kurikulum dalam arti yang luas yakni meliputi keseluruhan program dan kehidupan didalam sekolah.

2.      Dr. H. Nana Sudjana Tahun (2005)Kurikulum merupakan niat & harapan yang dituangkan kedalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat & rencana, sedangkan pelaksaannya adalah proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yaitu pendidik dan peserta didik. 


Oleh sebab itu, kurikulum sebagai sistem yang mengatur jalannya proses belajar harus mencakup : (1). Sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan; (2) pengalaman belajar atau kegiatan belajar; (3) program belajar ( plan for learning ) untuk  siswa ; (4) hasil belajar yang diharapkan. (“Pengertian Kurikulum serta Definisi Kurikulum Menurut Para Ahli”, n.d). Maka, kesimpulannya adalah, kurikulum tida hanya peraturan sekola secara tertulis atau rencana pembelajaran yang rinci dan di cetak kemudian ditanda tangani, melainkan, segala sesuatu yang mengatur jalannya proses belajar, sistem yang mengatur setiap pendidik, peserta didik, staf atau karyawan, bahkan satpam. Contohnya saja peraturan saling mengucapkan salam kepada setiap civitas akademika yang ada di sekolah, atau bahkan bagaimana cara sekolah mengawali dan mengakhiri proses pembelajaran.

Setidaknya ada 3 faktor utama yang mempengaruhi pengembangan kurikulum. Faktor yang pertama adalah lembaga pendidikan itu sendiri. Artinya lembaga pendidikan memberikan dua pengaruh besar bagi pengembangan kurikulum. Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di lembaga pendidikan secara umum. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di lembaga pendidikan akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Sedangkan perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan dalam menyiapkan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru. (Purwanti, Oktober 29, 2015)

            Faktor kedua adalah masyarakat. Mengapa masyrakat ikut terlibat? Karena sekolah atu lembaga pendidikan berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat dan bahkan seharusnya kurikulum mengatur kehidupan sosial antara warga dalam sekolah dengan masyrakat sekitar. Lembaga pendidikan atau sekolah juga harus mampu melihat realita kehidupan masyarakat secara umum, apakah yang sedang masyarakat butuhkan, kemudian sekolah menyusun kurikulum yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat tersebut. Disisi lain, setelah keluar dari masa belajar secara formal di lingkungan lembaga pendidikan, para peserta didik akan terjun langsung kedalam dunia masyarakat. Oleh karena itu sekolah harus dapat mempersiapkan peserta didiknya agar dapat bertahan di lingkungan diluar lembaga pendidikan dan keluarga. (Purwanti, Oktober 29, 2015)

            Faktor ketiga adalah sistem dan nilai. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Purwanti, Oktober 29, 2015)

            Bagi penulis secara pribadi, masih ada faktor lain yang mempengaruhi pengembangan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan. Masih ada faktor budaya, ekonomi, dan politik. Budaya dapat mempengaruhi karena masih banyak masyarakat yang masih terikat dengan budaya tertentu, yang sifatnya kaku, sehingga kurikulum mereka tidak dapat bersifat fleksibel seperti kurikulum yang berada di lingkugan budaya yang sifatnya terbuka. Sedangkan faktor ekonomi adalah sebagai faktor penunjang sarana dan prasarana, termasuk pembayaran gaji dari para pegawai sekolah. Perbedaan status ekonomi sekolah, maka berbeda pula sarana dan prasana yang ada dalam sekolah tersebut. Dan untuk faktor politik adalah faktor yang banyak menetukan kualitas dari sekolah atau lembaga pendidikan tersebut. Ketika sebuah lembaga pendidikan di kuasai oleh penguasa yang politiknya buruk, maka siapapun yang berasal dari garis keluarga dimasukkan dalam lembaga pendidikan tersebut, tanpa melihat kualitas pekerjaanya.

Setelah membahas banyak hal, banyak menganalisis dan mengamati, penulis mengambil kesimpulan. Kesimpulannya adalah, aspek appaun itu bisa saja sangat berdapak bagi pengembangan kurikulum di sekolah. Pengembangan kurikulum sangat perlu dilakukan dan dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan kebutuhan dari masyarakat dan juga peserta didik di sekolah. Dunia masyarakat akan menuntut peserta didik lebih nantinya, oleh karena itu sekolah perlu menedesainnya dengan sangat matang. Mempertimbangan banyak aspek atau faktor yang mempengaruhi penyususnan kurikulum. Mempertibangkan seberapa siap seluruh civitas akademika dalam menghadapi perubahan? Sebesar apa perubahan yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan? Atau pertanyaan pertimbangan lainnya.

            Menyusun kurikulum bukanlah hal yang mudah. Di samping ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, sekolah juga perlu menyusun kurikulum yang bekerjasama dengan banyak pihak pendukug proses belajar siswa. Karena, di luar lingkungan sekolahpun siswa dapat dikatakan masih dalam proses belajar, oleh karena itu kurikulum perlu di desain agar dapat menyatukan sinegi antara pihak sekolah, keluarga maupun masyarakat.


klik disini untuk video pendukung

Kamis, 09 Maret 2017

PRIMORDIALISME dan NASIONALISME

Halo pengunjung tercinta…
            Pada kesempatan ini saya akan mengajak anda untuk membahas tentang primordialisme dan Nasionalisme di Indonesia. Selamat menyimak pembahasan yang saya buat …

A.    Primordialisme
a.    Pengertian Primordialisme
Primordialisme sendiri memiliki pengertian sebuah pandangan atau paham yang sangat mempercayai hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Di Indonesia paham ini cenderung mengarah pada budaya dan tradisi suku bangsa. Pada dasarnya paham ini tidak salah untuk dipercayai karena memang ada beberapa orang yang percaya bahwa tradisi adalah ‘ibu’ mereka, yang harus menjadi panutan dan dasar dalam menentukan gaya hidup mereka. Akan menjadi salah ketika paham ini membuat suatu suku menutup diri dari kehidupan diluar suku tersebut dan menganggap bahwa tradisi dari dalam sukulah yang paling baik dan benar.

b.    Jenis-jenis Primordialisme
·         Primordialisme Suku
adalah seseorang yang terikat dengan sukunya sendiri daripada suku yang lain.
Contoh : Kelompok suku Bugis yang keras, tidak mau mengalah, menganggap kepercayaannya paling sempurna dan mau menang sendiri terhadap suku Dayak.

·         Primordialisme Agama
adalah seseorang yang mempercayai atau berpegang teguh pada agamanya sendiri dan cenderung fanatik.
Contoh: Sekelompok orang yang menganggap agamanya paling benar dan unggul dari agama lain dan menyebabkan konflik karena pemikirannya.

·         Primordialisme Kedaerahan
adalah seseorang yang terikat dengan daerahnya sendiri ketimbang daerah lainnya.
Contoh: pemikiran yang beranggapan kepentingan kelompok suatu daerah tertentu harus mengalahkan kepentingan daerah lain atau lebih mementingkan daerahnya sendiri.

c.     Faktor-faktor terjadinya primordialisme
a.       Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan sosial.
b. Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok atau kesatuan sosial dari ancaman luar.
c. Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai keagamaan dan pandangan hidup.

d.    Warga Agom VS Warga Balinuraga , Lampung
Saya memberikan contok kasus yang benar-benar terjadi di Indonesia akibat primordialisme yang berlebihan, yaitu kasus warga Agom dengan warga Balinuraga. Lampung merupakan tempat yang dikenal sebagai tujuan para transmigran program pemerintah yang sebagian besar berasal dari Jawa dan Bali. Mereka di transmigrasikan ke Lampung agar dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri misalnya dengan bercocok tanam. Orang Jawa dan Bali memang terkenal ulet dan pekerja keras sehingga usaha mereka dapat berkembang dengan pesat. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki paradigma yang feudal, meskipun sebenarnya Indonesia telah merdeka. Pola pikir rakyat Indonesia masih seperti pribumi yang sedang di jajah. Mereka menganggap orang diluar suku mereka merupakan penjajah. Hal inilah titik dasar yang menyebabkan terjadinya masalah primordialisme di Indonesia. Begitu juga dengan bentrok yang terjadi antara warga Agom dengan warga Balinuraga.
Awalnya, bentrok tersebut dipicu oleh kecelakaan lalulintas. Namun salah satu pihak merasa hal tersebut merupakan penghinaan terhadap suku mereka. Oleh karena itu mereka menyerang kembali ke pihak lawan, mencoba merebut pengakuan kemenangan atas suku mereka. Konflik horizontal begitu banyak terjadi di Indonesia. Kecenderungan anarkis pemicu konflik tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya ialah karena mindset terjajahnya warga pribumi. Paradigma demikian menjadi klasik bahwa warga pribumi harus berada diatas warga pendatang. Perlakuan primordial tidak lagi memandang hukum dan hak asasi manusia.
Memang perlu diadakannya perbaikan-perbaikan dari segi struktur, infrastruktur, ekonomi, dan keagamaan demi mencegah hal serupa. Pemerintah dapat menjamin keamanan dan keselamatan warga Lampung melalui pengoptimalan Aparat keamanan Indonesia. Dapat dilakukan pula pencegahan preventif legal-formal terhadap warga Lampung agar konflik horizontal dapat terminimalisir. Penggalangan yang dilakukan aparat-aparat keamanan akan lebih berpengaruh  seperti yang dilakukan TNI, POLRI, dan BIN  terhadap warga Lampung dapat pula mencegah terjadinya konflik dan mengubah paradigma warga sehingga dapat di deteksi dini apabila akan terjadi konflik serupa.

e.    Dampak Primordialisme dan cara mengatasi
Segala sesuatu yang ada pasti akan memberi dampak, entah itu dampak positif maupun dampak negative. Seperti contoh kasus diatas, Primordialisme dapat membawa dampak negative yaitu adanya peperangan. Selain  itu primordialisme juga dapat menghambat hubungan yang baik antar golongan, antar suku bangsa, dan lainnya. Primordialisme juga dapat menghambat proses asimilasi (pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru) dan integrasi (sebuah sistem yang mengalami pembauran hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh), mengurangi tingkat objetivitas pada ilmu pengetahuan dan bisa menghilangkannya, primordialisme dapat menjadi pemicu utama diskriminasi social, karena primordialisme membuat perbedaan social yang disengaja.
Di sisi lain primordialisme dapat membawa dampak positif yaitu menumbuhkan rasa cinta tanah air, memperkuat rasa kesetiaan pada bangsa, memupuk rasa patriotisme (sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan Negara), serta menjaga keutuhan dan kestabilan budaya. Oleh karena itu, untuk menangkal gejala primordialisme, setiap kelompok masyarakat harus mengembangkan budaya toleransi terhadap budaya kelompok lainnya. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa tanpa pengingkaran budaya sendiri.


B.    Nasionalisme
a.    Pengertian
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Sejarah munculnya faham Nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia. Prinsip – prinsip Nasionalisme, menurut Hertz dalam bukunya Nationality in History and Policy, antara lain :
·                     Hasrat untuk mencapai kesatuan
·                     Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
·                     Hasrat untuk mencapai keaslian, dan
·                     Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa
Ada banyak hal yang dapat menjadi factor pendorong tumbuhnya rasa Nasionalisme adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam wilayahnya. Selain itu keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan absolut, agar manusia mendapatkan hak – haknya secara wajar sebagai warga Negara, bisa juga dengan adanya rasa senasib dan seperjuangan, persamaan tempat tinggal dalam suatu wilayah juga dapat menjadi pendorong tumbuhnya rasa Nasionalisme.
b.    Peristiwa 10 November 1945
Peristiwa 10 November merupakan peristiwa sejarah perang antara Indonesia dengan Belanda dan peristiwa ini juga dapat menjadi bentuk rasa Nasionalisme rakyat Indonesia. Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya.NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana. Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober. Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk. Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia). Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang. Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak. Namun di luar dugaan, ternyata para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama’ serta kiyai-kiyai pondok jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kiyai-kiyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kiyai)juga ada pelopor muda seperti bung tomo dan lainnya. sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris. Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
c.     Dampak Nasionalisme dan cara mengatasinya
Dampak dari Nasionalisme di Indonesia dalam berbangsa dan bernegara adalah memajukan ekonomi negara. Dengan majunya ekonomi Indonesia, maka Indonesia kembali Berjaya jaya sehingga harus dibela dari ancaman luar. Majunya ekonomi juga akan meningkatkan kebangsaan dan rasa cinta pada Indonesia. Pengaruh agama yang dianut oleh bangsa Indonesia juga memberikan watak terhadap Nasionalismenya. Penghargaan atas manusia dalam kedudukan sama derajat, sesuai dengan ajaran agama, demikian pula corak Nasionalisme Indonesia, yang tetap menjunjung tinggi martabat manusia tersebut. Sifat Nasionalisme sangat baik untuk menghargai jasa para pahlawan, lalu bagaimana agar rasa Nasionalisme tersebut terus tumbuh? Bisa memulai dengan menghargai produk dalam negeri. Seperti batik di Indonesia, kita harus bangga dengan adanya batik yang hanya ada serta dengan rasa bangga akan bahasa yang kita miliki. Jangan hanya karena kita yakin kita benar-benar bisa berbahasa Indonesia,sehingga kita merasa mempelajarinya tidak penting kemudian ingin menguasai bahasa-bahasa asing, kemudian melupakan bahasa Indonesia, tetapi pada kenyataannya, bahasa Indonesia sangat luas akan kosa kata, bahkan terkadang kita bisa mengucapkan tanpa tahu artinya.
Bukan sekedar perasaan cinta pada tanah air, melainkan juga pandangan bahwa tanah airnya lah yang paling utama, lebih berharga daripada yang lain. Ini dapat menimbulkan dampak negatif Pengkotakan komunitas, menonjolkan perbedaan bangsa dari pada persamaa serta dapat menimbulkan sikap arogansi, meremehkan bangsa lain saat kepentingan dua bangsa bertabrakan.
Banyak sekali terjadi, karena fanatisme yang berlebihan, hasilnya menjadi jauh dari harapan. Ada beberapa orang yang menjadi budak dari Nasionalismenya sendiri. Karena sifatnya yang emosional dan sakral, Nasionalisme (juga cinta, agama, dll) merupakan senjata yang ampuh buat beberapa pihak untuk memenuhi kepentingan pribadi. Banyak orang yang tergiur untuk memanfaatkan senjata bernama Nasionalisme karena kekuatannya yang besar. Buat orang-orang ini, Nasionalisme hanyalah sekedar alat untuk mencapai tujuan. Untuk mencegah masalah-masalah seperti diatas, diperlukan keseimbangan antara Nasionalisme dan rasionalisme dalam mengambil keputusan, Sehingga Nasionalisme yang terbentuk bukanlah Nasionalisme yang buta, tapi Nasionalisme yang beralasan dan penuh pertimbangan, atau Nasionalisme yang rasional. Dengan Nasionalisme yang rasional, seseorang akan mengambil keputusan tidak hanya berdasarkan perasaan, namun juga terencana.

DAFTAR REFERENSI :